rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

29 March 2011

Citra Pajak


Kasus yang melibatkan mantan pegawai pajak, Gayus Tambunan, mungkin telah berlalu.

Namun, efek dari kasus ini belumlah berakhir. Ada semacam dugaan di benak sebagian masyarakat bahwa kasus ini telah mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat kepada institusi Ditjen Pajak maupun institusi penegak hukum lainnya. Padahal, bisnis utama di Ditjen Pajak adalah kepercayaan. Kepercayaan dari masyarakat (wajib pajak) merupakan kunci utama keberhasilan penerimaan pajak. Lantas, bagaimana kalau kepercayaan ini sudah menurun? Kalau kepercayaan tersebut menurun maka penerimaan pajak akan terganggu. Padahal, arus dana pajak yang masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak boleh tersendat karena merupakan andalan utama untuk pembiayaan program kerja Pemerintah. Sebenarnya, apakah wajib pajak puas terhadap kinerja Ditjen Pajak saat ini? Lalu, bagaimana persepsi para wajib pajak terhadap Ditjen Pajak saat ini?

Hasil Survei

Ac Nielsen (2010) melakukan survei tentang indeks kepuasan dari wajib pajak terhadap kinerja Ditjen Pajak. Survei ini bertujuan mengetahui tingkat kepuasan wajib pajak terhadap segala bentuk pelayanan perpajakan yang diberikan Kantor Pajak. Ada enam indikator yang diteliti, yaitu bagaimana citra Ditjen Pajak, tingkat profesionalitas, sistem manajemen informasi, fasilitas yang disediakan, pendukung fasilitas, dan metode perhitungan pajak yang digunakan. Survei dilakukan di seluruh Kantor Pelayanan Pajak di Indonesia yang terdiri dari tiga wilayah utama yaitu wilayah Jakarta, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Maluku.

Hasil survei indeks kepuasan Wajib Pajak Tahun 2010 yaitu 71. Untuk wajib pajak badan atau perusahaan, indeksnya 72, sedangkan wajib pajak orang pribadi 70. Nilai indeks ini apabila dibanding beberapa indeks di negara lain, cukup bersaing. Hong Kong, indeks kepuasan wajib pajaknya mencapai 72, sedangkan Singapura mencapai 75. Di tengah beberapa kasus yang melibatkan oknum pegawai pajak maka nilai indeks kepuasan yang dilansir lembaga independen ini cukup memuaskan. Nilai Indeks tersebut mengindikasikan wajib pajak merasa cukup puas terhadap kinerja Ditjen Pajak saat ini.

Dari enam indikator yang dinilai, ternyata ada dua indikator memiliki indeks kepuasan di atas rata-rata, yaitu indikator tingkat profesionalitas dan indikator fasilitas yang disediakan. Kedua indikator ini bahkan menyamai indikator untuk Australia dan Singapura. Indikator yang mendapatkan indeks kepuasan terendah adalah sistem manajemen informasi, sedangkan indikator citra Ditjen Pajak berada pada nilai rata-rata.

Sistem administrasi perpajakan modern yang diterapkan sejak 2002 terus menunjukkan hasilnya. Dengan sistem ini wajib pajak dilayani petugas khusus atau Account Representative (AR). Kinerja seorang AR akan langsung dikaitkan dengan cerminan tingkat profesionalitas pegawai pajak secara keseluruhan. Mereka ini—ditambah petugas pada desk Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)-langsung berhadapan dengan para wajib pajak. Ditjen Pajak tentunya pantas berbangga, karena di tengah deraan badai, mereka tetap bekerja secara profesional. Ini merupakan cara utama untuk tetap memegang kepercayaan masyarakat tersebut.

Ditjen Pajak memiliki ratusan kantor, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari kota-kota besar sampai kota-kota terpencil. Mereka inilah, terutama yang bertugas di daerah terpencil, yang bekerja profesional, berintegritas, dan militan. Tanpa mengenal lelah, mereka harus menempuh ratusan kilometer untuk mencapai kantornya. Bahkan, di antara mereka ini harus mengarungi lautan dan samudera untuk mengemban tugas melayani masyarakat.

Citra

Citra Ditjen Pajak diduga terpuruk akibat pemberitaan yang masif terhadap kasus mafia pajak yang melibatkan oknum pegawai pajak. Tesis tersebut dibantah langsung hasil survei AC Nielsen (2010), yang menyatakan bahwa citra Ditjen Pajak justru tidak memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kepuasan Wajib Pajak.

Citra yang dibesarkan oleh media massa sebenarnya berkembang pada jajaran mereka yang belum menjadi wajib pajak. Mereka ini disebut penumpang gelap karena selalu berteriak paling lantang, namun tidak atau belum sama sekali menjalani kewajibannya yaitu membayar pajak. Maka, efek yang ditimbulkanpun hanya bergema dan keras pada lingkungan bukan pembayar pajak saja.

Di lain pihak, pada kelompok pembayar pajak, mereka inilah yang disebut pahlawan bangsa, justru tidak atau sedikit pengaruhnya terhadap keinginan mereka untuk terus melaksanakan kewajibannya. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana tingkat profesionalisme pegawai Ditjen Pajak dalam memberikan pelayanan, bukan citra yang dipersepsikan kalangan bukan pembayar pajak tersebut.

Di lain pihak, pada kelompok pembayar pajak, mereka inilah yang disebut pahlawan bangsa, justru tidak atau sedikit pengaruhnya terhadap keinginan mereka untuk terus melaksanakan kewajibannya. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana tingkat profesionalisme pegawai Ditjen Pajak dalam memberikan pelayanan, bukan citra yang dipersepsikan kalangan bukan pembayar pajak tersebut.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa 62 persen respoden beranggapan bahwa citra Ditjen Pajak sudah cukup baik, sebaliknya hanya 38 persen saja yang menyatakn citra Ditjen Pajak masih buruk. Tingkat kepercayaan mereka terhadap Ditjen Pajak juga masih tergolong tinggi.

sumber: http://sinarharapan.co.id



28 March 2011

Tantangan Persepsi Pajak

Agenda yang menghangat di bulan Maret-April ini adalah pemenuhan kewajiban perpajakan. Argumentasinya, deadline penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) makin dekat.

Tingkat persepsi pajak kembali diuji. Aspek non-teknis ini tidak dapat disepelekan bagi tegaknya penerapan peraturan dan target perpajakan.

Memasuki medio Maret 2011 berarti telah genap satu tahun sepak terjang institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) disorot publik akibat ulah oknum pegawainya, Citra dan kredibilitas tata kelola pajak menjadi carut-marut. Konsekuensinya, pil pahit itu harus dibayar mahal karena masyarakat baik wajib pajak maupun bukan, tiada henti menghujat institusi yang memiliki semboyan cakti buddhi bhakti itu.

Bukti meraih pulihnya persepsi, Kementerian Keuangan mengkaji penyederhanaan sistem pelaporan dan administrasi pajak yang untuk memperluas dan memeratakan basis pembayar pajak. Pasalnya, selama ini masih didominasi oleh wajib pajak kaya. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan bahwa untuk meningkatkan jumlah pembayar pajak di Indonesia, Ditjen Pajak didorong untuk melakukan ekstensifikasi yang lebih baik. (Bisnis Indonesia, 8/3/2011)

Memulihkan kepercayaan masyarakat kepada institusi DJP merupakan pekerjaan superberat. Dilihat dari kontribusinya terhadap penerimaan negara, perpajakan mampu meningkatkan perannya dari 70,1% pada tahun 2005 menjadi 73% pada 2009. Diharapkan pada 2011 angkanya menjadi 77%.

Mengingat kontribusi dominan pajak pada penerimaan APBN, perlu dilakukan restorasi atas persepsi yang terpuruk itu. Arti kata restorasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengembalian, pemulihan kepada keadaan semua. Merestorasi persepsi pajak bermakna mengembalikan pajak pada tingkat minimal sama dengan kondisi sebelum munculnya kasus pajak.

Dampak dari kasus pajak sebagaimana diakui Dirjen Pajak turut memberikan andil melesetnya target penerimaan pajak. Tahun lalu target penerimaan pajak dipatok Rp661,4 triliun, tetapi realisasinya lebih kecil sekitar Rp649,042 triliun atau hanya mencapai 98,1%. Sedangkan target penerimaan pajak tahun 2011 dinaikkan Rp96,2 triliun atau sekitar 13% dari target penerimaan perpajakan tahun lalu.

Jajaran internal Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak nampak terus bergerak aktif, seakan berusaha melupakan berbagai tuduhan yang kadang tidak semuanya relevan. Berbagai media outdoor, reklame dan spanduk perpajakan bertebaran di berbagai sudut kota. Drop box (kotak pelaporan) di berbagai tempat strategis.

Konstruksi citra pajak sebenarnya pernah menguat. Tahun 2008, Ditjen Pajak tidak masuk lagi dalam daftar institusi yang dinilai paling korup di Indonesia. Pada 2009, Transparency International Indonesia (TII) mengeluarkan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang hasilnya menempatkan Indonesia berada di peringkat 111 dari 180 negara. Artinya, skor IPK Indonesia mengalami kenaikan, dari skor 2,6 pada tahun 2008 menjadi 2,8 pada 2009. Sekretaris Jenderal TII Teten Masduki menilai kenaikan skor Indonesia karena usaha Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi dan reformasi di Departemen Keuangan yang dapat dirasakan secara langsung oleh pelaku bisnis, terutama di bidang pajak dan bea cukai.

Dari pelaku usaha, pengakuan tulus datang dari Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi (2009) saat peluncuran reformasi pajak jilid II. Secara jujur dia mengatakan bahwa pengusaha menilai reformasi pajak jilid pertama cukup berhasil dengan didukung bukti penerimaan pajak yang begitu tinggi. Namun perlu terus dilakukan perbaikan SDM-nya.

Terlepas dari kasus yang menimpa, bila dicermati obyektif, DJP beberapa tahun terakhir ini sebenarnya sudah berubah dibanding pada periode sebelumnya. Dalam buku Berkah Modernisasi Pajak (2009) dituliskan puluhan true story para pegawai pajak dalam menghadang godaan KKN di seluruh Indonesia. Ada kisah pegawai yang langsung menolak mentah-mentah amplop berisi uang dari wajib pajak saat ulang tahun kelahiran anaknya karena merasa tidak pantas.

Tertulis pula pegawai pajak yang tidak dapat menunggui anaknya yang sakit hingga meninggal di sebuah kota kecil di Jawa Tengah karena bertugas di sebuah kantor pajak di pelosok Sulawesi. Bahkan ada seorang ibu yang menangis haru saat uang ucapan terima kasihnya karena restitusinya yang milyaran rupiah tidak dipungut biaya sepeser pun ditolak pegawai pajak.

Ada beberapa fakta empiris menguatkan bahwa persepsi pajak dapat dipulihkan dan diraih kembali. Pertama, penerimaan pajak mengalami kenaikan drastis. Pada 2002 penerimaan pajak baru mencapai Rp 176,2 triliun, pada 2005 sebanyak Rp 295,6 triliun, dan pada akhir 2008 penerimaan pajak mencapai Rp 571,1 triliun, 2010 sebesar Rp.649 Triliun lebih. Kalau kita cermati, tren pertumbuhan itu hampir dua kali lipat.

Kedua, jumlah warga negara yang terdaftar menjadi wajib pajak (WP) bertambah signifikan. Bila pada 2002-2004 baru sebanyak 3,2 juta orang, pada 2006 sedikit meningkat menjadi 3,05 juta. Namun, pada 2008 WP menjadi 10,6 juta dan sampai awal 2010 meroket jumlahnya hingga menembus angka 16 juta. Padahal kita akui, tidak sembarangan orang mau ditetapkan sebagai WP.

Ketiga, manajemen sumber daya manusia. Pengelolaan SDM ini memang harus dioptimalkan kembali. SDM di Ditjen Pajak itu 32 ribu lebih belum lagi ditambah yang baru. Artinya, setengah kekuatan di Kementerian Keuangan ada di Pajak karena di Kemenkeu ada 64 ribu, 32 ribunya di Ditjen Pajak. SDM inilah yang perlu diperbaiki mulai dari perekrutan, pembinaan, pelatihan dan aspek pengawasannya.

Saatnya Pembuktian

Meminjam istilah Mar’ie Muhammad (2006), mantan Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan disebutkan bahwa penerimaan pajak dari Ditjen Pajak sangat didominasi oleh pembayar pajak besar. Hal ini merupakan titik rawan yang membahayakan fiscal sustainability. Seribu pembayar pajak terbesar memberikan kontribusi 61 persen dari total penerimaan pajak. Fakta ini sudah berlangsung selama dua dekade, jadi intensifikasi lebih berjalan daripada ekstensifikasi.

Tampilnya A.Fuad Rahmany sebagai Dirjen Pajak memunculkan harapan baru untuk menguak berbagai emiten yang terlibat kasus mafia pajak. Sebab, dia berpengalaman mengawasi pasar modal dan Lembaga Keuangan. Pun, tidak ada beban psikologis untuk melakukan pembinaan internal sistem terhadap jajaran pegawainya dengan melakukan perbaikan terhadap kelemahan prosedur selama ini. Bahkan, oleh sejumlah pihak dianggap business friendly.

Francis Fukuyama yang menempatkan trust atau ‘percaya’ sebagai modal sosial penentu keberadaban bangsa. Sikap percaya itu ditunjukkan dalam bentuk program drop box, self assessment dalam penghitungan pajak dan sebagainya. Semua ini untuk menumbuhkan kembali persepsi publik terhadap eksistensi pajak.

Harapan kita, institusi pajak menjadikan momentum Maret-April ini sebagai entry point meraih kepercayaan wajib pajak. Caranya, dengan mendorong ratusan kantor pelayanan pajak se-Indonesia berjuang keras memenuhi standar operating procedure yang digariskan. Kalau aparat dari institusi plat merah itu membuktikan tekad baiknya, kita harus fair dan adil meresponnya. Setiap ikhtiar mewujudkan kebaikan pasti ada kendala yang menghadang, segenap insan pajak ayo saatnya membuktikan bahwa masih ada harapan yang terang bagi reformasi perpajakan.

Kita tunggu mereka mewujudkan komitmennya. The real representative of the people is the people itself.***

http://www.analisadaily.com

08 March 2011

Formulir SPT Masa PPN 111 dan 1111 DM

Direktorat Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Nomor SE-20/PJ/2011 tanggal 28 Februari 2011 merilis form SPT Masa PPN 1111 dan 1111 DM dalam bentuk file PDF yang dapat langsung diisi secara elektronik. Hal ini merupakan jawaban bagi para Wajib Pajak yang selama ini mengeluhkan form SPT masa PPN yang dilampirkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-44/PJ/2010 dan Per-45 /PJ/2010, dimana form PDF sebelumnya tidak dapat diisi atau diedit, sehingga WP harus mengisi dengan tulisan tangan atau dengen mengetik secara manual. Dengan form PDF yang bisa diisi langsung ini makin memudahkan Wajib Pajak dalam mengisi SPT Masa PPN, karena dalam form ini juga sudah terdapat formula yang otomatis menghitung dan memindahkan angka yang saling berhubungan antara form induk dan form lampiran.

download disini

Pelayanan Prima, KPP Pratama Tarakan Tetap Buka..

Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderala Pajak Nomor SE-19/PJ/2011 , dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak terkait dengan batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia untuk tetap buka dan memperpanjang jam kerja pada :
No. Hari Tanggal Jam Kerja
(Waktu Setempat)
1. Sabtu 19 Maret 2011
26 Maret 2011
23 April 2011
08.00 s.d. 12.00
2. Kamis 31 Maret 2011 07.30 s.d. 20.00
3. Sabtu 30 April 2011 08.00 s.d. 19.00
2. Jenis pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak lebih ditekankan pada pelayanan penyampaian dan konsultasi SPT Tahunan PPh.












06 March 2011

Gadget, Autis dan Pudarnya Kepedulian


Seminggu yang lalu ketika pulang dari Jakarta, sambil menunggu jadwal penerbangan yang tinggal beberapa menit lagi di terminal 1 Bandara Cengkareng saya ambil tempat duduk di ruang tunggu paling belakang. Saya langsung duduk, dan sempat meneguk minum air mineral yang saya bawa. Sejenak kemudian memandang sekeliling ruang tunggu tersebut.., sudah penuh, karena memang keliatannya saya datang sudah “mepet’ dengan waktu terbang. Sekilas tidak terasa aneh.., namun sekali lagi saya menyapu pandangan ke seluruh ruangan tersebut. Ada seorang bapak sedang baca koran yang terbit pagi hari , mungkin beritanya sudah tidak uptodate lagi, ada perempuan muda lagi baca novel tebal yang dari judulnya keliatan kalau novelnya berbahasa inggris entah si mbak ini memang bener ngerti bahasa inggris apa cuma gaya saja ( ketahuan kalau penulis sirik karena gak bisa bahasa inggris hehehe…). Ada pasangan suami istri muda (lagi-lagi kemungkinan saja) tengah bengong melihat arah pintu keluar, ada juga seorang ibu yang berusaha menenangkan dua anak kecilnya yang berlarian kesana kemari. Ada juga orang yang sama seperti saya lakukan memandang orang orang disekitarnya hingga akhirnya beradu pandang dengan saya. Bagaimana lainnya?? Nah ini dia, ternyata sebagian besar orang orang yang ada diruang tunggu ini menudukkan kepala semua, bukan karena sedang mengheningkan cipta, berdoa agar kemelut di PSSI segera berakhir, namun ternyata hampir seragam semua memperhatikan piranti nan canggih yang sedang digenggamnya. Dari anak anak sampai yang beruban, ada yang sambil mendengarkan musik dengan ipodnya, ada yang jari jari tangannya begitu lincah menggerakkan maupun menekan tuts yang ada di smartphone, iphone, ipad, video walkman, internet tablet, PS tablet.... atau apalah namanya saya sendiri awam menyebutnya satu persatu namanya.

Ya.. itulah piranti yang sering saya lihat tengah gencar dipomosikan di berbagai media. Gadget istilah keren untuk merujuk pada suatu piranti atau instrumen memiliki fungsi praktis yang berguna terhadap sesuatu yang baru. Piranti ini dirancang secara berbeda dan lebih canggih dibandingkan tekhnologi yang ada pada saat tujuan diciptakannya. Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu ketika awal saya mempunyai handphone (terpaksa beli sekedar tidak ketinggalan mode jalan di mall sambil menggenggam HP meski gak ada pulsa), waktu itu HP sebesar pisang dengan layar sempit monochrome yang berfungsi untuk menelpon dan sms serta aplikasi calculator saja. Tidak terbayangkan 10 tahun ke depan tekhnologi sedemikian hebatnya sehingga segala macam aplikasi bisa dibenamkan di perangkat yang sekarang makin slim saja. Memory, speed processor, dan jaringan masa kini yang memungkinkan kita bisa dengan cepat mengakses data layaknya kita berhadapan dengan mini computer, layar yang lebar, resolusi yang tinggi membuat orang betah menonton Video Klipnya Si Sule, keypad qwerty yang semakin nyaman di jari, kamera dan perekam video yang bisa dibuat untuk panggilan video sehingga bisa tahu muka sang pacar yang baru bangun tidur serta bisa mengabadikannya, serta segudang aplikasi multimedia lainnya. Belum lagi gadget gadget dengan fungsi luar biasa.

Dengan kecanggihan yang super luar biasa dan harga yang semakin terjangkau (salut buat negara cina yg cepat bisa meniru tehnologi ini dengan membuat poduk murah meriah meski kualitas masih belum teruji benar) , bak virus flu burung langsung menjangkiti seluruh pemakainya di seantero dunia ini, tidak terkecuali di negara Indonesia. Mulai pelaku bisnis yang mobiling sampai karyawan OB nya, konglomerat sampai abang mie ayam gerobak yang keliling, para selebriti sampai orang yang gagal audisi, kakek nenek yang pengen selalu pengen liat cucunya yang jauh lewat video call sampai anaka anak di ujung pelosok kampungnya memanfaatkan benda ini.

Begitu asik dan mungkin takjubnya dengan benda ini, maka gadget ini menjadi suatu hal yang sangat penting. Dimanapu piranti ini selalu dibawa seolah dengan tidak membawanya maka rasanya ada bagian tubuhnya yang ketinggalan di rumah. Dari bangun pagi yang dicari pertama kali adalah handphone melihat apa ada sms atau misscall yg belum terbaca, kalau perlu pergi mandipun sekedar cek jejaring sosial sekaligus bikin status mengucapkan selamat pagi ke rekan lainnya. Sarapan pagi sambil buka web pengen liat berita terkini begitu seterusnya sampai menjelang tidurpun harus berinteraksi kembali dengan gadgetnya sampai akhirnya disimpan di balik bantalnya. Dan tidur kembali sambil mungkin bermimpi sedang beli gadget terkini!

Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat secara umum mulai hidup menyendiri diantara hiruk pikuk lingkungan sekitarnya , mereka asik sendiri dengan menutup kupingnya dengan earphone sambil mata atau wajah tertuju sama benda kecil yang digenggamnya, meskipun disampingnya banyak teman2nya, lebih parah lagi ternyata temannya juga seperti itu. Sesekali mereka ngobrol tanpa melepas earphonenya, serasa masing masing mempunyai dunia sendiri sendiri, bagaimana ibu ibu menyuap anaknya malah sambil ketawa ketawa membaca sms dari HP yahng dipegang dengan salah satu tangannya. atau para murid sekolah yg diam mendengarkan guru di depan kelasnya, bukannya diam menyimak, rupanya diam karena mereka asik memainkan keypad di HP nya, beda ketika saya SMP dulu sekolah kelas selalu rame dengan teriakan dan candaan teman teman lainnya saat pelajaran berlangsung sambil sesekali pengahapus papan tulis beterbangan ke belakang ruangan kelas yang di lempar ibu guru karena murid tidak memperhatika beliau ngajar sampai berbusa busa. Masih banyak cerita tentang tidak pedulinya orang orang terhadap lingkungan sekitarnya akibat terlalu asik dengan kesibukan dan keasikkan menggunakan piranti mungilnya. Memang secara cepat bisa dirasakan perubahan perilaku ini. Semua serasa terisolasi dari manusia lain, dengan masuk ke dunia repetitive dengan melakukan kegiatan atau minat obesif.

Manusia yang terganggu dengan interaksi sosial dilingkungannya, komunikasi yang tidak jalana dengan orang disekitar, perilaku emosi dan pola kegiatan yang cenderung sendiri sendiri, sensorik dan motorik tubuh dengan wajah yang selalu menunduk dan hanya menggerakkan jemari selama berjam jam sangat cuek denga apa yang terjadi lingkungannya. Semua ini menunjukkan akan autisme yang tidak disadari telah menjalar begitu cepat.

Meski banyak kegunaan fitur yang ada pada gadget, ternyata tidak banyak atau tidak semua orang tahu akan manfaat dan kegunaannya akan aplikasi ini, jadi sepertinya dalam membeli sesuatu terkadang seseorang belum bijak, sesuatu yang sebenarnya belum perlu memakai piranti itu atau hanya beli karena didasarkan akan mode atau tren yang berlaku saat ini. Saya sendiri sempat membaca status teman di jejaring sosial melihat mbak mbak dengan menenteng nenteng BB – nya ternyata masih bingung mencari nomor kursi di dalam pesawat karena tidak tahu arti nomor yang ada di boarding pass. Mungkin yang ada dipikiran teman saya saat itu adalah, dengan piranti yang canggih ada digenggaman seharusnya si mbak ini harusnya lebih berwawasan luas , atau mungkin sebenarnya si mbak ini hanya menfaatkannya buat sms atau sesekali bbm-an buat ngrumpi saja?

Nah Bagi yang memang bisa memanfaatkan piranti ini, ternyata masih banyak pula yang kurang bijak dalam penggunaannya di area publik. Kita harus berhati hati dijalan raya karena didepan kita mungkin sekarang banyak anak anak muda sambil menyetir sepeda motor dengan salah satu tangannya berupaya membalas sms dari teman lainnya tanpa terlebih dahulu berhenti dipinggir jalan, anak anak muda ini begitu mengabaikan keselamatan jiwa drinya dah pengendara lainnya. Lebih parah lagi kalau kita naik pesawat terbang bagaimana pramugari selalu mengingatkan kembali agar penumpang mematikan peralatan elektroniknya baik itu selama pesawat akan take off maupun landing karena akan mengganggu kinerja sistem navigasi, dan pasti kita akan lihat orang orang mengabaikan larangan tersebut. Pernah saya lihat seorang pramugari Mandala (sayang maskapai ini sekarang gulung kasur) sampai marah marah kepada seorang penumpang yang masih saja menelepon meski pintu kabin pesawat telah ditutup dan bersiap untuk tinggal landas. Dengan entengnya penumpang ini malah bilang “ mbak’e iki ayu ayu tapi judes” (baca: pramugari ini cantik tapi ketus). Dalam hatiku bilang “ memang sampeyan layak di semprot pakdee...” (baca: memang bapak layak dimarahi).

Tak terasa waktu begitu cepat, ‘teriakan’ petugas di pintu ruang tunggu untuk naik ke kabin pesawat pun tiba, dan saya pun mengirim pesan pendek ke keluarga saya kalau saya akan tiba 3 jam lagi. Setelah itu segera saya matikan handphone butut saya agar nanti tidak dimarahi atau dituduh sama mbak pramugari yang cantik karena mengesampingkan keselamatan ratusan penumpang lainnya di dalam pesawat....

Pekan Panutan Penyampaian SPT Tahunan Orang Pribadi tahun pajak 2010

Sebagai upaya memberi contoh kepada masyarakat umum akan kewajiban menyampaikan SPT tahunan, KPP Pratama Tarakan mengadakan akan “Pekan Panutan Penyampaian SPT Tahunan Tahun Pajak 2011”, acara ini diadakan pada hari Jum’at tanggal 11 Maret 2011 di lantai 1 gedung KPP Pratama Tarakan pukul 09.00 wita, Jalan Jenderal Sudirman no. 104 Tarakan-Kalimantan Timur. Kegiatan ini akan mengundang Walikota Tarakan beserta para pejabat di lingkungan Pemerintah Kota dan pejabat vertikal lainnya serta para usahawan. Dalam acara ini Wajib Pajak akan menyampaikan SPT Tahunan secara simbolis kepada petugas pajak. Diharapkan, kegiatan ini akan memberikan panutan atau contoh kepada para pegawai di jajaran pemerintahan kota serta para pelaku usaha lainnya untuk segera dapat menyampaikan SPT Tahunan sebelum batas akhir penyampaian. Untuk SPT Tahunan Orang pribadi tahun pajak 2010 paling lambat disampaikan tanggal 31 maret 2011, sedangkan SPT Tahunan Badan paling lambat disampaikan tanggal 30 April 2011. Sebagai informasi seluruh pegawai di lingkungan KPP Pratama Tarakan sendiri telah seluruhnya memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Tahunan. Pekan panutan ini sendiri juga serentak dilakukan di seluruh unit kerja dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Presiden RI, Wakil Presiden RI, para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan para Pejabat Tinggi Negara direncanakan menyampaikan SPT Tahunan Orang Pribadi di Kantor Pusat DJP pada hari yang sama. Jadi tunggu apalagi, jangan ikut ketinggalan, ayoo segera sampaikan SPT Tahunan Anda ke KPP terdekat.

Sosialisasi Simulasi Tata Cara Pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi Tahun Pajak 2010

Hari Selasa depan tanggal 8 Maret 2011 , KPP Pratama Tarakan kembali akan menggelar acara simulasi tatacara pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2010. Kegiatan rutin ini secara serentak juga dilaksanakan di seluruh Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia merupakan kegiatan rutin dengan tujuan meningkatkan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan khususnya orang pribadi. Untuk kota Tarakan acara ini akan diadakan di Lantai 3 Gedung Dinas Pendidikan kota Tarakan, sedangkan di Nunukan kegiatan dilaksanakan di Lantai 5 Kantor Bupati Nunukan. Dengan tema “ Ayoo Isi Bareng SPT Tahunan 2010” acara ini akan mensosialisasikan mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak, serta pengertian SPT dan tujuan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak, dan tentunya akan dipandu bagaimana mengisi SPT dengan benar.

Materi acara ini bisa di download di sini:

materi