rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

06 March 2011

Gadget, Autis dan Pudarnya Kepedulian


Seminggu yang lalu ketika pulang dari Jakarta, sambil menunggu jadwal penerbangan yang tinggal beberapa menit lagi di terminal 1 Bandara Cengkareng saya ambil tempat duduk di ruang tunggu paling belakang. Saya langsung duduk, dan sempat meneguk minum air mineral yang saya bawa. Sejenak kemudian memandang sekeliling ruang tunggu tersebut.., sudah penuh, karena memang keliatannya saya datang sudah “mepet’ dengan waktu terbang. Sekilas tidak terasa aneh.., namun sekali lagi saya menyapu pandangan ke seluruh ruangan tersebut. Ada seorang bapak sedang baca koran yang terbit pagi hari , mungkin beritanya sudah tidak uptodate lagi, ada perempuan muda lagi baca novel tebal yang dari judulnya keliatan kalau novelnya berbahasa inggris entah si mbak ini memang bener ngerti bahasa inggris apa cuma gaya saja ( ketahuan kalau penulis sirik karena gak bisa bahasa inggris hehehe…). Ada pasangan suami istri muda (lagi-lagi kemungkinan saja) tengah bengong melihat arah pintu keluar, ada juga seorang ibu yang berusaha menenangkan dua anak kecilnya yang berlarian kesana kemari. Ada juga orang yang sama seperti saya lakukan memandang orang orang disekitarnya hingga akhirnya beradu pandang dengan saya. Bagaimana lainnya?? Nah ini dia, ternyata sebagian besar orang orang yang ada diruang tunggu ini menudukkan kepala semua, bukan karena sedang mengheningkan cipta, berdoa agar kemelut di PSSI segera berakhir, namun ternyata hampir seragam semua memperhatikan piranti nan canggih yang sedang digenggamnya. Dari anak anak sampai yang beruban, ada yang sambil mendengarkan musik dengan ipodnya, ada yang jari jari tangannya begitu lincah menggerakkan maupun menekan tuts yang ada di smartphone, iphone, ipad, video walkman, internet tablet, PS tablet.... atau apalah namanya saya sendiri awam menyebutnya satu persatu namanya.

Ya.. itulah piranti yang sering saya lihat tengah gencar dipomosikan di berbagai media. Gadget istilah keren untuk merujuk pada suatu piranti atau instrumen memiliki fungsi praktis yang berguna terhadap sesuatu yang baru. Piranti ini dirancang secara berbeda dan lebih canggih dibandingkan tekhnologi yang ada pada saat tujuan diciptakannya. Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu ketika awal saya mempunyai handphone (terpaksa beli sekedar tidak ketinggalan mode jalan di mall sambil menggenggam HP meski gak ada pulsa), waktu itu HP sebesar pisang dengan layar sempit monochrome yang berfungsi untuk menelpon dan sms serta aplikasi calculator saja. Tidak terbayangkan 10 tahun ke depan tekhnologi sedemikian hebatnya sehingga segala macam aplikasi bisa dibenamkan di perangkat yang sekarang makin slim saja. Memory, speed processor, dan jaringan masa kini yang memungkinkan kita bisa dengan cepat mengakses data layaknya kita berhadapan dengan mini computer, layar yang lebar, resolusi yang tinggi membuat orang betah menonton Video Klipnya Si Sule, keypad qwerty yang semakin nyaman di jari, kamera dan perekam video yang bisa dibuat untuk panggilan video sehingga bisa tahu muka sang pacar yang baru bangun tidur serta bisa mengabadikannya, serta segudang aplikasi multimedia lainnya. Belum lagi gadget gadget dengan fungsi luar biasa.

Dengan kecanggihan yang super luar biasa dan harga yang semakin terjangkau (salut buat negara cina yg cepat bisa meniru tehnologi ini dengan membuat poduk murah meriah meski kualitas masih belum teruji benar) , bak virus flu burung langsung menjangkiti seluruh pemakainya di seantero dunia ini, tidak terkecuali di negara Indonesia. Mulai pelaku bisnis yang mobiling sampai karyawan OB nya, konglomerat sampai abang mie ayam gerobak yang keliling, para selebriti sampai orang yang gagal audisi, kakek nenek yang pengen selalu pengen liat cucunya yang jauh lewat video call sampai anaka anak di ujung pelosok kampungnya memanfaatkan benda ini.

Begitu asik dan mungkin takjubnya dengan benda ini, maka gadget ini menjadi suatu hal yang sangat penting. Dimanapu piranti ini selalu dibawa seolah dengan tidak membawanya maka rasanya ada bagian tubuhnya yang ketinggalan di rumah. Dari bangun pagi yang dicari pertama kali adalah handphone melihat apa ada sms atau misscall yg belum terbaca, kalau perlu pergi mandipun sekedar cek jejaring sosial sekaligus bikin status mengucapkan selamat pagi ke rekan lainnya. Sarapan pagi sambil buka web pengen liat berita terkini begitu seterusnya sampai menjelang tidurpun harus berinteraksi kembali dengan gadgetnya sampai akhirnya disimpan di balik bantalnya. Dan tidur kembali sambil mungkin bermimpi sedang beli gadget terkini!

Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat secara umum mulai hidup menyendiri diantara hiruk pikuk lingkungan sekitarnya , mereka asik sendiri dengan menutup kupingnya dengan earphone sambil mata atau wajah tertuju sama benda kecil yang digenggamnya, meskipun disampingnya banyak teman2nya, lebih parah lagi ternyata temannya juga seperti itu. Sesekali mereka ngobrol tanpa melepas earphonenya, serasa masing masing mempunyai dunia sendiri sendiri, bagaimana ibu ibu menyuap anaknya malah sambil ketawa ketawa membaca sms dari HP yahng dipegang dengan salah satu tangannya. atau para murid sekolah yg diam mendengarkan guru di depan kelasnya, bukannya diam menyimak, rupanya diam karena mereka asik memainkan keypad di HP nya, beda ketika saya SMP dulu sekolah kelas selalu rame dengan teriakan dan candaan teman teman lainnya saat pelajaran berlangsung sambil sesekali pengahapus papan tulis beterbangan ke belakang ruangan kelas yang di lempar ibu guru karena murid tidak memperhatika beliau ngajar sampai berbusa busa. Masih banyak cerita tentang tidak pedulinya orang orang terhadap lingkungan sekitarnya akibat terlalu asik dengan kesibukan dan keasikkan menggunakan piranti mungilnya. Memang secara cepat bisa dirasakan perubahan perilaku ini. Semua serasa terisolasi dari manusia lain, dengan masuk ke dunia repetitive dengan melakukan kegiatan atau minat obesif.

Manusia yang terganggu dengan interaksi sosial dilingkungannya, komunikasi yang tidak jalana dengan orang disekitar, perilaku emosi dan pola kegiatan yang cenderung sendiri sendiri, sensorik dan motorik tubuh dengan wajah yang selalu menunduk dan hanya menggerakkan jemari selama berjam jam sangat cuek denga apa yang terjadi lingkungannya. Semua ini menunjukkan akan autisme yang tidak disadari telah menjalar begitu cepat.

Meski banyak kegunaan fitur yang ada pada gadget, ternyata tidak banyak atau tidak semua orang tahu akan manfaat dan kegunaannya akan aplikasi ini, jadi sepertinya dalam membeli sesuatu terkadang seseorang belum bijak, sesuatu yang sebenarnya belum perlu memakai piranti itu atau hanya beli karena didasarkan akan mode atau tren yang berlaku saat ini. Saya sendiri sempat membaca status teman di jejaring sosial melihat mbak mbak dengan menenteng nenteng BB – nya ternyata masih bingung mencari nomor kursi di dalam pesawat karena tidak tahu arti nomor yang ada di boarding pass. Mungkin yang ada dipikiran teman saya saat itu adalah, dengan piranti yang canggih ada digenggaman seharusnya si mbak ini harusnya lebih berwawasan luas , atau mungkin sebenarnya si mbak ini hanya menfaatkannya buat sms atau sesekali bbm-an buat ngrumpi saja?

Nah Bagi yang memang bisa memanfaatkan piranti ini, ternyata masih banyak pula yang kurang bijak dalam penggunaannya di area publik. Kita harus berhati hati dijalan raya karena didepan kita mungkin sekarang banyak anak anak muda sambil menyetir sepeda motor dengan salah satu tangannya berupaya membalas sms dari teman lainnya tanpa terlebih dahulu berhenti dipinggir jalan, anak anak muda ini begitu mengabaikan keselamatan jiwa drinya dah pengendara lainnya. Lebih parah lagi kalau kita naik pesawat terbang bagaimana pramugari selalu mengingatkan kembali agar penumpang mematikan peralatan elektroniknya baik itu selama pesawat akan take off maupun landing karena akan mengganggu kinerja sistem navigasi, dan pasti kita akan lihat orang orang mengabaikan larangan tersebut. Pernah saya lihat seorang pramugari Mandala (sayang maskapai ini sekarang gulung kasur) sampai marah marah kepada seorang penumpang yang masih saja menelepon meski pintu kabin pesawat telah ditutup dan bersiap untuk tinggal landas. Dengan entengnya penumpang ini malah bilang “ mbak’e iki ayu ayu tapi judes” (baca: pramugari ini cantik tapi ketus). Dalam hatiku bilang “ memang sampeyan layak di semprot pakdee...” (baca: memang bapak layak dimarahi).

Tak terasa waktu begitu cepat, ‘teriakan’ petugas di pintu ruang tunggu untuk naik ke kabin pesawat pun tiba, dan saya pun mengirim pesan pendek ke keluarga saya kalau saya akan tiba 3 jam lagi. Setelah itu segera saya matikan handphone butut saya agar nanti tidak dimarahi atau dituduh sama mbak pramugari yang cantik karena mengesampingkan keselamatan ratusan penumpang lainnya di dalam pesawat....

5 comments:

rifky said...

waduh, saya jadi ikut tersindir nih

te er said...

autis.... qqqq... gw banget gitu lho....
serasa nyawa separuh ada di peralatan itu....
(terutama bulan2 ini..)

Hari Murti said...

Mketauan mas Rifky gak pernah matiin HP di pesawat ya :)

Hari Murti said...

te er..., bulan bulan ini pasti sibuk ya.. sampe bergantung apa peralatan itu.., atau ada yang baru gadgetnya?

te er said...

ibaratna nih... peralatan itu bisa ngasih oksigen tambahan... hehehehe... hidupna jd bersinar lagi...
hebatnya lagi... alat2 itu bisa bikin senyum... bisa bikin tersipu2.. bisa bikin melayang.... bisa bikin pipi kemerahmerahan (tanpa blush on lho... apalagi maskara...)
blum ada yg baru.. nunggu d kirimin dari tarakan...

Post a Comment